Monday, July 18, 2005

Menakar Keanggotaan Vietnam di WTO

Kunjungan PM Vietnam, Phan Van Khai, ke Amerika Serikat menandai tonggak sejarah baru. Lawatan Perdana Menteri Khai ke Amerika ini merupakan yang pertama kali dilakukan oleh seorang pemimpin Vietnam sejak akhir Perang Vietnam 30 tahun lalu. Hal ini menandai adanya rekonsiliasi antar kedua negara pasca perang Vietnam. Selain itu, berita yang cukup mengagetkan adalah komitmen Vietnam untuk menjadi anggota WTO. Bush sendiri memberikan “restu” kepada Vietnam dan menyambut baik seraya “menitipkan pesan” untuk mendorong proses demokratisasi dan penyelesaian pelanggaran HAM di Vietnam.

Walaupun secara politik Vietnam masih menganut partai tunggal, yang berhaluan komunis, yaitu Partai Komunis Vietnam, namun secara ekonomi dapat dikatakan liberal. Masuknya Vietnam ke dalam WTO merupakan sinyal terjadinya babak baru memantapkan posisinya untuk merapatkan diri dalam globalisasi neoliberal. Lebih dari 3 dasawarsa sistem sosialisme komunis menjadi paradigma ekonominya. Hal ini makin mengukuhkan bahwa globalisasi yang ditopang oleh ideologi neoliberal ini makin mengikis perseteruan kuno, antar dua ideologi besar, apalagi Cina juga sudah mendahului masuk dalam WTO sejak tahun 2000.

Untuk mengejar ketertinggalannya setelah perang ideologi, Vietnam memacu perekonomiannya dengan merangsang masuknya investasi, antara lain: reformasi perpajakan, mengijinkan investor asing membeli saham perusahaan negara, serta menyederhanakan prosedur investasi.
Reformasi ekonomi Vietnam terbukti telah berhasil menarik investor, tidak hanya dari Asia, tapi juga dari Uni Eropa dan Amerika Serikat. Dengan Uni Eropa, nilai perdagangan Vietnam naik pesat dari satu miliar euro pada 1990 menjadi 7,5 miliar euro tahun lalu. Produk-produk utama ekspor Vietnam ke EU adalah tekstil dan garmen, produk alas kaki, dan pertanian. Sedangkan dengan Indonesia, sesama negara ASEAN, tercatat tahun 2000-2002, neraca perdagangan dengan Vietnam menguntungkan Indonesia. Ekspor Indonesia ke Vietnam tahun 2002 totalnya mencapai 362,8 juta dolar AS, sedangkan impor produk Vietnam 330,2 juta dolar. Namun pada 2003, Vietnam telah melampaui Indonesia. Ekspor Indonesia jatuh menjadi 147,9 juta dolar AS, sedangkan impor Vietnam naik menjadi 280,3 juta dolar AS.
Saat ini, pendapatan per kapita Vietnam pada 2004 telah mencapai 550 dolar AS.

Pertumbuhan GDP Vietnam pada 2003 mencapai 7,24 persen menduduki peringkat kedua tertinggi di Asia-Pasifik, setelah Cina. Pertumbuhan ini didorong oleh laju industrialisasi yang mencapai 15,5 persen dan investasi 51,5 persen. Angka-angka ini makin memantapkan posisi Vietnam sebagai salah satu negara tujuan dari investasi dan pasar yang menggiurkan.

Pertanian terutama beras memang menjadi salah satu andalan bagi Vietnam di pasar internasnional. Namun kita harus cermat bahwa produk-produk pertanian merupakan komoditas yang mudah jenuh. Artinya, secara sederhana dapat dimaknai bahwa Vietnam sudah siap melakukan liberalisasi pasar dengan berbagai konsekuensinya. Sekitar dua per tiga dari negara Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang berjumlah 148 negara adalah berasal dari negara berkembang. Apabila membicarakan negara berkembang berarti negara-negara tersebut banyak berlokasi di benua Asia dan Afrika.

Dalam perkembangannya sejak berdiri 1 Januari 1995, negara-negara berkembang diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam WTO, tidak saja karena jumlahnya yang besar tapi juga karena semakin meningkatnya peranan negara berkembang dalam perekonomian global. sebagai forum perdagangan dunia, tidak lain merupakan lembaga yang mendorong kea rah liberalisasi pasar. Sekarang ini WTO sudah sangat meluas wewenangnya ke dalam bidang-bidang yang tidak dalam kategori perdagangan. Sebut saja misalnya agreement-agreement terkait dengan hak HAKI, . Belum lagi kita bicara mengenai kedaulatan pangan dan potensi untuk mengekspoitasi sumberdaya alam yang ada di dunia ketiga. Pada intinya, pusaran dunia, akan memusat jadi satu bagian dari sistem kapitalisme dunia, apalagi rezim-rezim populis seperti Castro di Cuba, dan Hugo Cavhes di Venezuela runtuh maka sudah ternisbahkan tesis dari Fukuyama tentang kemenangan kapitalisme dalam pertarungan ideologi.

Wawan Fahrudin
Peneliti Institute for Global Justice

1 Comments:

At 8:02 AM , Anonymous Elsarizki Prawisuda said...

Terima kasih atas tulisannya, Pak/Mas. Isinya sangat membantu, kebetulan saya sedang menulis tugas tentang pertumbuhan ekonomi di Vietnam Pasca reformasi Doi Moi.

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home